Sebatas Kata

Diah Kintan P
2 min readMay 31, 2020

--

Hanya ini yang bisa kusampaikan, sebatas kata tak bersuara. Sajak-sajak yang kehilangan makna. Setetes rindu, di pucuk senja.

Photo by Joanna Kosinska on Unsplash

Untukmu, yang dulu semua rindu ini tertuju…

Aku sudah menunggu lama untuk ini. Andai saja, hari ini hadirmu melengkapi. Tapi sayang, kamu sudah lama menjauh pergi. Jadi hanya ini yang bisa kulakukan. Menuliskan kata yang mungkin belum sempat terucap, sedikit pesan yang belum tersampaikan.

Bagaimana aku harus bertahan? Dalam luka, dalam banyak rasa sesal. Walau separuh akal sehatku berkata, cepat atau lambat aku harus beranjak dari semua ini. Dari kenangan, dari rasa yang dulu pernah ada. Yang kini hanyalah sebuah keberadaan yang abstrak. Benarkah hadirmu juga begitu? Ingin sekali aku menggapaimu, ingin sekali aku berada di sisimu lagi. Tapi hanya satu tanyaku, lagi, apa dayaku? Akupun tak ingin pergi berlari hanya untuk mengejar bayang-bayang.

Tak harus memiliki untuk merasakan kehilangan. Lantas bagaimana sekarang aku harus menjelaskannya, bahwa aku pernah sempat (setidaknya merasa) memilikimu, dan sekarang aku merasakan rasa kehilangan itu. Kemudian hati ini ingin bertanya, apakah benar aku sempat memilikimu? Jika memang tak ada yang bisa menjawabnya, maka hanya satu yang aku tahu: rasa kehilangan ini benar adanya. Karena hilang semua yang pernah ada, hadirmu yang membawa serta tawa pada hari-hariku. Dan semua rasa bahagia juga rasa yang entah apa namanya. Telah hilang semua bersama kepergianmu.

Hari terus berlalu, dan aku masih menunggu. Kapankah waktu akan benar-benar membawa semua rasa ini pergi? Aku hanya berharap untuk sejenak lupa, akan apa yang pernah ada. Sungguh hanya sebentar saja. Agar tidak ada rasa kehilangan ketika aku terbangun di pagi hari. Agar tidak lagi kunanti hadirmu di depan pintu. Agar tidak perlu lagi aku memikirkanmu. Agar tidak ada lagi, air mata yang terjatuh dalam sunyi ketika bayangmu menghantui.

Andai saja bisa kusampaikan, betapa aku sudah lelah. Menuliskan rindu pada aliran sungai dan membiarkannya mengalir hingga ke laut. Yang kemudian menguap, menjadi gumpalan awan hitam dan menghujanimu, tanpa sedikit pun kamu sadari. Aku pun sudah lelah, membisikkan semua sajak cintaku kepada angin. Mungkin kata-kataku tak berarti lagi buatmu. Mungkin saja. Tapi hanya dalam kata-kata ini aku bisa menjaga semua rindu dan cinta untukmu. Sungguh, cintaku ini hanya sebatas kata. Yang akan segera menghilang di batas senja.

Selamat malam cinta,
tak peduli di mana,
atau dengan siapa,
kamu menghabiskannya.

Jogja, 5 Mei 2014

--

--

Diah Kintan P
Diah Kintan P

Written by Diah Kintan P

Turning the chaos inside my head into well-arranged words. Writing to keep my sanity.

No responses yet