Perkara Perasaan yang Membingungkan

Diah Kintan P
3 min readMay 2, 2020

--

Malam menua di dalam kereta, tapi kedua mataku masih lebar terbuka. Dingin memeluk tubuh-tubuh yang terduduk dengan tenang, menunggu kereta membawanya ke sebuah tujuan. Dalam gelap yang terbingkai di jendela aku tahu ini adalah saat yang tepat. Saat yang tepat untuk sejenak membangkitkan bayangmu di benakku, dan mungkin juga menulis sepucuk surat untukmu.

Kereta melaju dengan cepat, tapi ada yang seolah-olah menahanku. Ingatan-ingatanku akan dirimu hanya membuatku semakin enggan beranjak untuk menghadapi kenyataan yang terlampau tidak pasti. Meskipun perasaanku padamu tidak kalah membingungkannya, setidaknya ada semacam kenyamanan saat kita bersama.

Hujan turun dengan gamang malam ini. Seperti hatiku yang ingin merindu, atau mungkin jatuh cinta. Namun hanya bertahan sebagai ingin yang terhalang ragu. Aku ingin jatuh cinta kepadamu, aku ingin merasakan hati yang berbunga-bunga. Saat kau memelukku dan melumat bibirku, mendekap erat tubuhku dan memburu lidahku, aku harap aku bisa berhenti berpikir sejenak dan membiarkan diriku terbang ke awan-awan. Merasakan hentakan adrenalin yang menjulang tinggi dan dopamin yang menerjang otak. Untuk sejenak, aku harap aku bisa merasa bahagia.

Aku ingin sekali bisa jatuh cinta lagi kepadamu, lalu membangkitkan perasaan-perasaan serta fantasi-fantasi yang pernah ada empat atau lima tahun lalu. Tapi semua itu justru semakin membingungkanku. Empat atau lima tahun itu berlalu, dan sekarang aku memang mencintaimu meski hanya sebagai sahabatku. Badanku boleh jadi teman tidurmu sekali waktu, tapi hatiku bahkan tak tahu apa yang diinginkannya.

Ada begitu banyak perasaan yang baku hantam dalam hatiku saat kita bersama yang sepertinya malah saling bunuh dan mati semua. Rasa senang yang mengganjal, rasa nyaman yang diikuti rasa gelisah, rasa sedih yang tidak bisa dijelaskan, mungkin juga ada marah yang tidak tersampaikan. Entahlah, aku pun tidak mengerti.

Aku senang. Aku senang bisa merasakan cinta walau hanya sementara, meski hanya cinta yang semu dan tidak seberapa. Aku senang bisa mengetahui kenyataan bahwa ternyata kamu juga pernah menyimpan rasa. Aku merasa nyaman, bisa berada dalam satu ruang dan bisa memelukmu hingga kau tertidur lelap, tapi kegelisahan itu juga terus menggangguku karena otakku terlanjur dipenuhi dengan banyak ‘bagaimana jika’. Aku marah, mungkin juga cemburu atau malah sedih, saat kamu harus pergi untuk menemui wanitamu. Tapi semua perasaan itu semakin membuatku bingung saat kucoba untuk memahaminya. Aku pun terdiam. Kau bilang aku terlalu banyak pikiran. Untuk itu aku sepakat.

Saat aku menulis ini pun, semuanya masih sama, semua masih terasa tidak pasti. Tapi aku masih terus berandai-andai. Andai aku bisa memilih untuk merasa sedih saja saat harus melepasmu pergi menemui wanitamu. Andai aku bisa cemburu saja saat tahu kau ingin melamarnya. Andai aku bisa marah saja, saat menyadari keberadaanku hanyalah tempat singgah sementara buatmu. Atau, andai aku bisa memilih untuk jatuh cinta saja supaya bisa lupa dengan segala fakta dan menjadi orang paling bodoh sedunia. Tapi aku tahu, tidak ada yang bisa aku lakukan. Maka aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya terdiam, otakku saja yang terus bergerak seperti mesin yang sudah terprogram.

Kau pun tahu, aku akan segera pergi. Aku sendiri tidak tahu untuk berapa lama. Aku juga tidak tahu kapan aku akan kembali. Menginvestasikan perasaan untuk sesuatu yang tidak pasti terasa sangat berbahaya. Lagi pula aku sudah berjanji pada diriku untuk tetap menjadi temanmu saja. Bahkan setelah malam yang kita lewati bersama. Maka dari itu, jangan pernah melihatku lebih dari seorang teman. Seorang teman yang akan ada untukmu apapun yang terjadi.

Mari kita sudahi agar semua tidak lagi membingungkan. Begini usulanku: mari kita pura-pura lupa ingatan. Anggap semua tidak pernah terjadi. Jangan jatuh cinta. Jangan biarkan ada harapan tumbuh sama sekali. Kita harus berjanji, untuk tidak menamai perasaan ini.

Jakarta, 2019 —
Hakone, 2 Mei 2020

--

--

Diah Kintan P
Diah Kintan P

Written by Diah Kintan P

Turning the chaos inside my head into well-arranged words. Writing to keep my sanity.

No responses yet