Pada Suatu Malam

Diah Kintan P
2 min readJun 7, 2020

--

Photo by Jonas Verstuyft on Unsplash

Lelaki itu duduk di teras rumahnya, menutupi tubuhnya dengan sarung untuk melindunginya dari angin malam. Tidak ada yang istimewa malam itu, tapi ia terus duduk di teras rumahnya, kepalanya juga terus mendongak ke atas, ia mengamati bulan temaram jauh di seberang. Lelaki itu tidak bergerak, ia terus terdiam di hadapan rembulan.

Malam ini bukan purnama yang disaksikannya. Seperti lingkaran tapi bukan lingkaran penuh, ia tidak tahu harus bagaimana menyebutnya. Cahaya bulan malam ini cukup terang meski bukan purnama. Matanya tidak terlepas dari bulan itu. Tidak sedetik pun.

Lelaki itu memeluk tubuhnya mencoba melindungi tubuhnya dari dingin. Ia masih memandangi bulan di hadapannya sambil terus memikirkan purnama dan seorang gadis yang selalu dirindukannya. Angin berembus membawanya ke suatu malam yang hanya nyata di ingatannya.

Wajah itu, wajah yang begitu tenang terlelap dibelai lembutnya cahaya rembulan. Tidak, tidak lebih dari ini. Melihatnya terlelap dengan wajah yang paling damai saja sudah cukup buatku. Meski keinginan untuk memilikinya jelas ada, tapi hidup dengan keberadaannya di hidupku saja sudah cukup. Melihatnya, bagaikan melihat sebagian dari diriku yang lain. Separuh dari hatiku berada di dalam tubuhnya, dan dalam sunyi serta ketenangan itu ia menjaganya dengan begitu tulus.

Mungkin bukan hanya aku yang sudah terlanjur jatuh cinta kepadamu, mungkin bukan hanya aku yang mencintai ketenangan itu. Sungguh mati, mungkin bukan hanya aku yang ingin memilikimu.

Aku tidak akan menunggu dan aku memang tidak perlu menunggu ratusan purnama untuk mendapatkannya, karena aku tidak pernah bisa mendapatkannya. Ia adalah purnama itu, yang sampai kapan pun tidak akan dapat kusentuh, apalagi kugenggam. Ia adalah purnama itu, yang selalu kunanti dan kupandangi. Dan melihatnya ratusan bahkan ribuan kali pun akan selalu membuatku jatuh cinta kepadanya. Ia adalah purnama, yang paling menawan dan paling dicintai oleh banyak makhluk di muka bumi.

Memilikinya adalah sebuah kemustahilan, menyadari kemalangan itu adalah hal terbaik yang bisa aku lakukan. Akan kucoba untuk tidak lagi ingin memilikinya, akan kucoba untuk tidak lagi mengejarnya. Aku hanya berharap bisa mencintainya dalam diam. Mencintainya dengan penuh kepasrahan untuk selalu berbagi keindahan dan kehangatan cahayanya dengan beratus bahkan beribu mungkin jutaan makhluk lainnya.

Lelaki itu masih terduduk di teras rumahnya. Di bawah cahaya temaram, dirapalkannya puisi-puisi cinta. Berharap suatu saat seseorang akan mendengarnya. Jauh di seberang, sang rembulan melihatnya keheranan.

Hakone, 7 Juni 2020

--

--

Diah Kintan P
Diah Kintan P

Written by Diah Kintan P

Turning the chaos inside my head into well-arranged words. Writing to keep my sanity.

No responses yet