memori ctrl+a+del

adakah yang salah dengan kepalaku?

Diah Kintan P
4 min readSep 8, 2020

Dari sekian banyak misteri di dunia ini, ada satu misteri di hidupku yang sampai sekarang aku pun masih tidak bisa memecahkannya. Aku baru menyadari keanehan ini setelah aku mulai puber. Saat berbincang dengan teman-teman pasti sering membahas tontonan saat masih kecil seperti Krayon Sinchan atau Doraemon, tapi aku tidak ingat sama sekali kalau aku pernah menonton itu.

Aku pun bertanya kepada kakakku apa aku dulu tidak pernah menonton acara televisi itu, dan kakakku bersaksi kalau dulu kami menonton acara televisi itu bersama. Aku juga sering berdebat dengan kakakku soal film yang pernah kami tonton. Aku selalu bilang aku tidak pernah nonton film itu, padahal aku menonton film itu bersama kakakku. Aneh sekali.

Kadang aku merasa left-out, terutama saat teman-temanku bernostalgia dan membicarakan soal kartun-kartun jadul. Aku jadi mempertanyakan, kenapa aku bisa sampai lupa? Aku ingat beberapa tayangan zaman aku masih SD. Aku ingat menonton Spongebob Squarepants dan The Backyardigans sebelum berangkat sekolah. Aku juga ingat beberapa sinetron, juga film horor vampir Cina (aku ingat karena aku pernah mimpi buruk dikejar vampir). Tapi aku tidak ingat kartun-kartun yang tayang hari Minggu.

Aku tidak tahu seberapa wajar hal itu, tapi aku merasa memoriku ini sering terhapus dengan sendirinya. Betul aku sudah tidak ingat semua pelajaran di SMA soal matematika, fisika, kimia dan kawan-kawannya yang banyak rumus dan hitungannya. Andai otakku adalah komputer, aku rasa memorinya sangat terbatas sehingga aku harus menghapus data lama untuk memasukkan informasi baru. Payah sekali.

Photo by Fredy Jacob on Unsplash

Tapi akhir-akhir ini aku menyadari hal lain, ternyata aku juga cepat sekali melupakan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan. Aku menyadari ini saat sedang berbincang dengan seorang teman. Ia baru mulai bekerja di Jepang tahun ini, saat dia bercerita tentang bagaimana sulitnya untuk menyesuaikan diri aku merasa diingatkan keadaanku satu tahun yang lalu.

Bulan-bulan pertama tinggal di Jepang sangatlah berat. Aku jadi ingat dulu aku pernah sampai menangis di bus saat pulang kerja karena sudah sangat lelah. Awal-awal kerja dulu aku sangat bersemangat, selalu tersenyum dan sangat ramah menyapa karyawan lain. Sekarang? Aku berangkat kerja untuk pulang, hehe. Sepertinya setelah melewati masa-masa sulit itu otakku banyak menghapus memori yang berkaitan dengannya.

Hal lain yang aku cepat lupa, adalah saat aku memberi atau melakukan sesuatu untuk orang lain. Mungkin ini adalah hal baik karena aku jadi tidak pamrih, tapi aku kadang merasa kok ya bodoh sekali.

Saat aku pulang Indonesia bulan Maret kemarin, temanku dengan sangat baik mengantarkanku hingga ke stasiun kereta terdekat. Berkali-kali aku bilang kalau aku tinggal di gunung, tapi se-nggunung apa? Sebagai gambaran, jarak dari tempat tinggalku ke stasiun kereta terdekat adalah 14 km. Karena jalannya berliku-liku, jika menggunakan kendaraan pribadi bisa ditempuh kurang lebih 40 menit. Jika menggunakan transportasi umum waktu perjalanan kurang lebih satu jam. Karena bawaan koper berat, maka aku minta tolong ke temanku yang punya mobil untuk mengantarkanku.

Kalau di Indonesia ada yang namanya balas budi, di Jepang ada yang namanya ongaeshi — kalau diterjemahkan langsung artinya mengembalikan kebaikan. Jadi semacam peraturan tidak tertulis, jika aku menerima kebaikan dari orang lain (baik material maupun non-material), maka aku harus mengembalikan kebaikannya. Sebagai ongaeshi, aku membelikan dress batik dari Indonesia.

Singkat cerita, temanku itu menginap di hotel tempat kami bekerja dengan teman-temannya. Dia datang ke front desk dan memamerkan dress yang dipakainya kepadaku. Dia bilang kawaii desho? (lucu kan?), dan aku jawab iya lucu. Lalu aku berpikir dalam diam, kenapa kok dia bilang ke aku ya? kok kayaknya dress itu tidak asing, seperti pernah lihat? Ya iya pernah lihat, lha wong yang milih aku, yang beli aku, yang ngangkut sampai Jepang juga aku, yang ngasih kan aku. Saat itu aku merasa aku sangat bodoh, kok ya bisa lupa.

Aku juga sering lupa sudah pernah cerita soal apa saja dan ke siapa. Seringkali sebelum aku bercerita tentang suatu hal ke temanku, aku akan bertanya terlebih dahulu, “aku udah pernah cerita belum?” Kegiatan curhat itu sering sekali seperti transfer informasi. Begitu sudah diceritakan, beberapa hal yang berkenaan dengan cerita itu akan terhapus. Kadang topik yang diceritakan, kadang kepada siapa cerita itu kusampaikan. Setelah di-copy, data aslinya di-ctrl+a+del.

Terakhir, aku juga merasa akhir-akhir ini aku cepat sekali move on dari rasa marah atau sedih. Beberapa waktu lalu aku sempat menangis, aku sudah lupa karena apa dan apa yang memantiknya, tapi hari berikutnya aku sudah biasa-biasa saja. Lagi, aku tidak tahu apakah itu hal yang baik atau buruk. Tapi itu bukan masalah.

Mungkin itu kenapa aku sekarang kembali menulis lagi. Selain supaya tidak gila, juga supaya tidak lupa.

Hakone, 9 September 2020

--

--

Diah Kintan P
Diah Kintan P

Written by Diah Kintan P

Turning the chaos inside my head into well-arranged words. Writing to keep my sanity.

No responses yet