Casually Blogging #1
bagian kedua
bagian pertama bisa diakses di sini
first dentist appointment
‘First times’ are scary. Sebenarnya pergi ke dokter gigi bukan hal yang menyeramkan, tapi mungkin wajar jika kita merasa ngeri saat mencoba menghadapi hal-hal baru. Yang membuatku takut ke dokter gigi adalah rasa sakit yang harus dihadapi dan juga urusan membuat janji sebelum berkunjung. Aku harus membuat janji sebelum datang, yang menjadi masalah adalah hari liburku yang baru ditetapkan beberapa hari sebelum waktu kunjungan dan aku ragu akan ada tempat yang mempunyai slot waktu kosong. Dan tentu saja, aku juga benci menelepon dalam bahasa Jepang. Meskipun aku cukup percaya diri dengan kemampuan bahasa Jepangku, aku bisa tiba-tiba tidak pede ketika harus menelepon dalam bahasa Jepang. Setelah bekerja di sini dua tahun tentu aku sudah lebih jago. Tapi trauma yang aku alamai ketika aku masih hanya mahasiswa exchange masih tersisa. Aku ingat sekali aku dulu sering tidak paham apa yang dikatakan oleh orang di seberang telepon. Aku rasa itu karena bahasa Jepang yang digunakan saat berbicara di telepon adalah variasi bahasa Jepang tersopan alias ter-ribet jadi memang sulit untuk dipahami pembelajar bahasa Jepang level beginner-intermediate.
Aku mendapat rekomendasi dokter gigi dari seorang rekan kerjaku yang juga orang asing. Sayangnya ketika aku mencoba menelepon dan menanyakan apakah ada slot waktu kosong, mereka bilang bahwa untuk kunjungan pertama membutuhkan waktu sekitar dua jam dan mereka tidak memiliki slot waktu kosong selama itu. Gigiku masih senut-senut dan aku semakin kesal. Haduh, masa harus nunggu selama itu? Akhirnya aku mencoba mencari tempat lain melalui gugel dan aku menemukan satu klinik yang sepertinya bisa aku kunjungi esok hari, yang lebih menyenangkan lagi aku bisa membuat janji melalui website. Tidak perlu telpon-telpon.
Keesokan harinya sebelum berangkat aku merasa perlu memastikan janji hari itu. Tapi ketika aku mencoba menelepon klinik saluran tidak tersambung. Mungkin karena masih pagi, pikirku. Aku mencoba menelepon beberapa kali setelah itu tapi masih saja tidak tersambung. Aku mulai panik. Setelah itu aku mencoba menelepon customer service dari website yang aku gunakan untuk mengecek ulang. Mbak-mbak cs bilang katanya dia juga akan membantu untuk menghubungi langsung klinik. Ini mungkin kebiasaan baru yang aku dapatkan setelah tinggal di Jepang; mengecek sesuatu berulang-ulang kali untuk memastikan sesuatu itu sudah benar.
Aku menunggu dan menunggu telepon dari cs tapi tidak datang juga. Tapi aku tidak bisa terus menunggu karena aku harus segera pergi supaya tidak terlambat. Akhirnya aku memilih untuk bersikap ‘bodo amat’. Aku memutuskan untuk pergi ke klinik dan langsung mengecek saja. Kalau misal ternyata klinik tutup, aku mau haha-hihi di kota saja.
Setelah sekitar satu jam perjalanan dengan bus yang lumayan banyak orang, ada telepon masuk dari cs. Tapi karena aku sedang di bus dan tidak bisa berbicara (ya, kalau di Jepang penggunaan telepon — yang mengeluarkan suara di kendaraan umum dilarang. Makanya kalau naik kendaraan umum pasti tenang sekali hampir tidak ada yang bersuara), aku bilang aku nanti akan menelepon balik setelah sampai.
Sesampainya di tempat tujuan ternyata klinik dokter gigi itu buka. Setelah masuk dan menyapa pegawai di sana yang pertama aku tanyakan adalah, “apakah hari ini buka?”. Ibu di bagian resepsi menjawab dengan sedikit kebingungan, “hari ini buka, besok kami libur”
“Oh begitu ya? Tapi tadi saya telepon kenapa tidak tersambung ya? Ada mesin penjawab yang bilang kalau hari ini tutup juga.”
“Oh ya? Seharusnya tidak ada pemberitahuan semacam itu.”
Ibu itu mengecek telepon yang ada di bagian resepsi dan berkata, “ternyata ini ada salah di settingnya ya, jadi dialihkan ke mesin penjawab otomatis. Maaf ya.”
Hadeeeh, ada-ada aja.
Setelah memberi nama dan kartu asuransi, aku diberi formulir untuk diisi. Selain pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti nama, tanggal lahir, alamat, keluhan dan tujuan kunjungan, ada juga pertanyaan semacam layanan apa yang diharapkan. Pertanyaan yang menurutku bagus dan sangat membantu supaya nanti dokter waktu memberi saran bisa lebih sesuai dengan ekspektasi pasiennya.
Singkat cerita aku dipanggil ke ruangan dan di sana dokter mengecek kondisi gigi dan mulutku. Setelah itu diambil rontgen untuk mengecek lebih detil. Ternyata yang menjadi penyebab rasa sakit yang luar biasa ini adalah karena gigi geraham kanan bawahku sedang tumbuh sehingga gusi di sekitarnya meradang. Bagian yang bengkak itu terus ‘tergigit’ gigi geraham kanan atas sehingga terus meradang. Setelah berdiskusi singkat, dokter menyarankan supaya gigi geraham atas diambil. Sebenarnya tidak ada urgensi yang mengharuskan gigi itu untuk diambil, tapi aku sudah terlalu kesakitan dan terlalu malas untuk berpikir sehingga aku langsung mengiyakan saran dokter. Akhirnya satu gigi dicabut hari itu, aku masih merasa ngeri mengingat suara-suara alat yang berbunyi saat proses pencabutan gigi.
Kunjungan pertama ke dokter gigi di Jepang itu berakhir juga, aku pun berjalan ke stasiun Odawara sambil melihat bunga-bunga yang bermekaran.
Sengoku, 8 Maret 2021
akses bagian selanjutnya di sini