untuk yang sedang bersedih hati

untukku, selamat ulang tahun

Diah Kintan P
3 min readJul 3, 2021

Tuhan memang Maha Tahu, Ia kirimkan hujan sebagai hadiah ulang tahunku yang keduapuluh empat tahun ini. Sayang sekali hujan itu turun tanpa henti berhari-hari. Hujan yang awalnya membuat hati tentram dan damai itu lama-lama membawa kekhawatiran juga ketakutan. Satu hari sebelum hari ulang tahunku adalah hari kedua hujan angin yang mengerikan. Sirine berbunyi di kejauhan diikuti pengumuman dari balai kota. Dari pengumuman itu diberitakan kemungkinan longsor dan banjir dari air danau yang membludak. Semoga tidak terjadi apa-apa.

Hari ini aku harus membatalkan janji dengan temanku. Sebagian jalanan ditutup karena bahaya longsor sehingga tidak ada bus yang beroperasi. Temanku sempat menanyakan apakah dia perlu mencari taksi untuk datang ke tempatku, tapi kujawab tidak perlu. Tidak tega rasanya mengharuskan seseorang bepergian di situasi seperti ini. Lagi pula aku tidak punya tenaga untuk mencoba menutupi kesedihanku. Mungkin aku hanya tidak ingin senang sementara untuk kembali (atau malah menjadi lebih) sedih saat memasuki kamar kosong yang berantakan. Singkat cerita, aku tidak pergi ke mana-mana hari ini dan aku menghabiskan hari ulang tahunku sendiri di rumah.

Hidup ini memang sangat lucu. Tiga tahun yang lalu aku menangis semalaman untuk alasan yang entah apa di kamar kos temanku, dua tahun yang lalu aku menyambut hari ulang tahun bersama temanku, tahun lalu aku merasa sangat damai dan tenteram dalam segala keterbatasan yang ada, dan tahun ini aku kembali dirundung kesedihan yang tidak bisa dijelaskan. Aneh sekali. Padahal tahun lalu aku baru saja menulis bagaimana aku begitu bersyukur atas kehadiran orang-orang di sekitarku. Tahun ini aku kembali merasa sedih, sepi, dan sendiri. Entah apa yang salah denganku.

Sebagian dariku tahu bahwa aku seharusnya berbahagia menyambut usia baruku. Tapi sebagian dariku yang lain terlalu bersedih untuk bisa berpikir jernih. Andai aku bisa menyalahkan cuaca buruk yang mengurungku di rumah seharian. Tapi nyatanya yang mengurungku hari ini adalah ketakutan, kecemasan, dan pikiran-pikiran buruk yang terlintas di kepala.

Mungkin yang membuat hari ini terasa begitu berat bukanlah cuaca buruk, bukan kesendirian, bukan pula perasaan terjebak. Yang membuat hari ini berat adalah harapan. Harapan akan bagaimana seharusnya hari ini dirayakan dan kenyataan yang berbanding terbalik. Bagaimana aku mengharapkan hari ini sebagai hari yang menyenangkan, tapi kenyataannya aku merasa sebaliknya.

Berharap bukanlah hal buruk. Manusia butuh harapan untuk tetap bertahan hidup. Mengharapkan hari esok akan sedikit lebih baik tentu tidak akan menyakiti siapapun. Mungkin aku tidak salah mengharapkan sesuatu dari seseorang, terlebih jika ia adalah orang yang begitu berarti di hidupku. Salahku adalah menggantungkan bahagiaku di tangannya. Aku terlalu berharap agar ia bisa membuat hariku yang muram ini kembali cerah. Nyatanya aku salah.

Bahagiaku ada di tanganku. Semua yang aku rasakan, semua yang aku pikirkan, semua seharusnya berada di kendaliku. Mungkin tidak sekarang. Dan itu tidak masalah. Tidak apa jika kamu tidak baik-baik saja. Tidak apa jika kamu tidak ingin bertemu siapa-siapa untuk sementara waktu. Tidak apa jika sekarang kamu hanya pura-pura bahagia untuk menutupi kesedihanmu. Tidak apa-apa.

Ulang tahunmu kali ini mungkin tidak akan tercatat sebagai momen bahagia di hidupmu. Dan itu bukan masalah. Awan mendung dan hujan masih menyelimuti hatimu entah sampai kapan. Jangan berhenti mengharapkan kembalinya langit biru. Hujan tidak akan selamanya menetap di atas kepalamu.

semoga segera datang kembali,
langit biru dan cahaya mentari
supaya aku segera bisa berhenti,
menyanyikan lagu-lagu yang mengiris hati

Selamat ulang tahun yang keduapuluh empat.
Jangan terlalu lama bersedih, ya.

Hakone,
3–6 Juli 2021

--

--

Diah Kintan P
Diah Kintan P

Written by Diah Kintan P

Turning the chaos inside my head into well-arranged words. Writing to keep my sanity.

No responses yet