2
*bagian 1 dapat dibaca di sini
Dengan sisa-sisa tenagaku, aku berjalan mendekati jendela yang setengah terbuka. Dari ruangan yang serba putih ini aku mengamati dunia yang kehilangan warna. Tetesan air dari langit yang jatuh dengan cepat itu bagaikan tirai abu-abu yang merampas warna-warni dari bumi. Padahal pagi ini langit begitu cerah dan cahaya matahari terasa begitu hangat.
Aku teringat beberapa hari yang lalu saat sedang bercakap dengan kawan lamaku di warung kopi dekat rumah aku baru saja bercerita bahwa aku merasa seperti aku sudah tidak mengenali diriku sendiri. Aku yang sekarang hanya berkutat dengan kegiatan yang itu-itu saja sama sekali berbeda dengan diriku yang dulu sering mengikuti berbagai macam kegiatan di luar kampus dan memiliki banyak teman.
Saat bercermin melihat diriku yang sekarang aku merasa seperti warna-warna di hidupku kian lama kian memudar. Hujan deras bagaikan tirai abu-abu yang menghilangkan warna-warna di hidupku itu ada entah sejak kapan, tapi ia selalu hadir menemaniku setelah aku beranjak dewasa.
Mataku masih jauh menerawang ke luar jendela mencoba menebak-nebak apa yang bersembunyi jauh di balik derasnya hujan. Lamunanku buyar saat suara seorang perawat memanggil namaku dengan lantang mengalahkan suara hujan. Pandangan semua orang di ruangan ini tertuju ke padaku. Sepertinya perawat itu sudah memanggil namaku beberapa kali.